Kalau bisa, kuingin kau di sini selamanya. Di sisiku. Tak pernah puas menikmati hadirmu. Tawamu menuntun hatiku makin lekat padamu. Cemberutmu membuatku kesal, namun sirna begitu senyummu terbit lagi. Aku merindumu.
Belum puas rasanya menimangmu. Belum puas mendongeng untukmu. Masih rindu bersusah payah menerjemahkan kosakata ganjilmu. Kau selalu menjadi putri sulung mungilku. Tak peduli berapa pun usiamu.
Senja di Pantai Marina merapat di cakrawala, tanpamu. Ada sesuatu yang hilang. Senjakala tak berhasil membuatku takjub seperti biasa. Aku sibuk dengan resahku. Aku merindumu.
Sedang apa pun kau di sana, putriku, hatiku ada bersamamu. Berkaryalah, putriku, mengabdilah. Di tempat yang kaupilih, seturut panggilan jiwamu, berilah dengan sepenuh hati.
Sugapa, Papua, kutitipkan putriku ke pangkuanmu. Enam puluh hari lamanya, kupercayakan sulungku di bumimu. Ajarlah ia tentang prakata kehidupan. Ajarlah ia untuk kian mencinta.
Senja pun melarut. Petang pun turun. Aku masih merindu. Di sini, di sisi Pantai Marina.
Duch kapan daku bisa sampai papua ihik ihik
SukaSuka
suatu saat pasti nyampe … ato pingin ikutan kkn? 😀
SukaSuka
“Aku sibuk dengan resahku” Duh, entah kenapa ini aku suka banget mbak kata-katanya. Sederhana tapi menyentuh sekalii. 🙂
SukaSuka
🙂 kalo lagi resah emang kata-kata yang keluar sederhana, nda sempet mikir yang rumit2 … hehe
SukaSuka
Aku kira awalnya mau bercerita tentang pantai, tapi kalimatnya sangat indah. Susah bisa menyusun kalimat seperti itu mbak 🙂
SukaSuka
Tadinya sekedar njujug pantai sore-sore, eh nda taunya pulang2 nulisnya jadi gini 😀
SukaSuka
kkn-nya jauh banget mba… Huhu.. anaknya pasti terharu kalau baca ini 😀
SukaSuka
Iya nih dua bulan aja rasanya lamaa amat. Sayangnya dia nda baca tulisan ini, wong di sana nda bisa online 🙂
SukaSuka