
Lebih dari dua dasawarsa bersinggungan dengan dunia anak-anak, aku bahagia akhirnya Indonesia punya film seperti Wonderful Life. Film Indonesia yang mengangkat tema anak berkebutuhan khusus bisa dibilang langka, apalagi tentang disleksia yang masih asing bagi sebagian orang. Terinspirasi oleh buku Amalia Prabowo, Agus Makkie sang sutradara berupaya mengangkat perjalanan hidup Amalia dan putranya Aqil (diperankan oleh Atiqah Hasiholan dan Sinyo) menjadi sebuah tontonan yang berbobot.

Film ini dibuka dengan rentetan adegan kerepotan Amalia sebagai single parent yang mengawali harinya bersama Aqil. Serumah dengan orang tua bukannya memudahkan Amalia dalam mengasuh Aqil, malah menambah beban. Pasalnya, ayah Amalia (diperankan oleh Arthur Tobing) sangat menuntut agar cucunya yang duduk di bangku Sekolah Dasar ‘berprestasi’ di sekolah. Persis seperti tuntutan yang dulu dibebankan ke pundak Amalia dan kakak laki-lakinya. Tuntutan yang berujung tewasnya sang kakak dalam kecelakaan mobil selepas wisuda lantaran Indeks Prestasi Kumulatifnya tak mencapai angka 3!
Tanpa sadar, kerasnya perlakuan sang ayah terhadap dirinya memengaruhi gaya komunikasi Amalia terhadap Aqil. Ekspresi yang cenderung dingin, intonasi yang cuma punya dua variasi, datar atau tinggi, mewarnai percakapan mereka sehari-hari. Meski jauh di lubuk hatinya Amalia sangat mencintai anaknya, ekspresi cintanya tertimbun oleh tumpukan tugasnya sebagai CEO di perusahaan periklanan dan pengaruh pola asuh ayahnya.
Dengan seabreg kewajiban yang memberati pundaknya, memiliki seorang anak yang didiagnosis menyandang kelainan saraf otak sehingga mengalami kesulitan baca-tulis tentu merupakan sebuah pukulan. Setelah tiga kali berganti psikolog, Amalia memutuskan untuk mengambil cuti agar bisa mencari pengobatan alternatif bagi Aqil.
Buat Aqil sendiri, perjalanan mencari ‘orang pintar’ yang bisa mengobatinya merupakan petualangan tersendiri. Bebas sesaat dari tuntutan sekolah yang menyiksa, lepas sesaat dari cemooh teman-teman, puas menggambar dan mengamati alam sekitar … hal ini benar-benar menggairahkan buat Aqil.
Selipan humor dan ketegangan ditampilkan silih berganti di film ini agar tontonan menjadi lebih menarik. Antara lain, saat Didik Nini Thowok yang berperan sebagai dokter alternatif meresepkan ramuan herbal buat Aqil. Alih-alih untuk menyembuhkan disleksia, ramuan itu diberikan untuk memperbaiki pencernaan Aqil yang sering terlambat makan. Ada lagi saat Aqil hilang di pasar. Dikira menjadi korban kecelakaan, ternyata tubuh kecil Aqil dikerumuni orang karena gambarnya yang mengagumkan. Juaranya tentu saja adegan saat Amalia dan Aqil dikejar-kejar dukun cabul yang tak rela melepas mereka dari cengkeramannya!

Setelah lepas dari ketegangan, ada teguran lewat kalimat sederhana yang menyentuh ketika Aqil berkata-kata, di atas tikar yang menjadi alas tidur mereka, di tepi sungai berlampu bintang-bintang. “Ummi pasti cinta sekali sama Aqil … karena Ummi sudah membawa Aqil ke sini.” Padahal tujuan semula Amalia membawa Aqil ke tempat itu adalah untuk meringankan bebannya sendiri sebagai orang tua ….
Banyak adegan dan dialog yang membawa kita pada pengenalan akan diri sendiri. Sebagai orang tua. Sebagai pendidik. Beberapa kalimat juga seolah ditujukan langsung kepada kita. Salah satunya adalah ucapan ibu Amalia (diperankan oleh Lydia Kandou) kala putrinya merasa terpuruk, “Seorang ibu yang mencintai anaknya bukan orang tua yang gagal.”
Nah, bagaimana akhir dari kisah perjuangan Amalia? Berhasilkah ia mendapatkan ‘obat’ untuk ‘menyembuhkan’ disleksia anaknya? Bolehlah sobat blogger booking karcis film Wonderful Life untuk ditonton bersama keluarga dan sahabat-sahabat. Mumpung masih hangat. Kalau kubocorkan semua ceritanya di sini, nanti jadi spoiler dong. Sayang kan, nanti jadi kurang seru nontonnya, hehe ….

(pics captured from: Trailer: Wonderful Life – BookMyShow Indonesia, YouTube)

Wah kemarin saya sedikit telat mba, jadi ndak ketemu 🙂 keren yaa mb filmnya, bener2 mendidik kita sbg ortu 🙂
SukaSuka
Pembelajarannya emang bagus 🙂 meski ada sedikit penjelasan yg harus diberikan ke anak terkait adegan kabur dari warung … haha
SukaSuka
Film yang bagus banget buat para ortu. Semoga pas ada waktu, saya masih bisa nonton film ini. Tfs..
SukaSuka
Semoga masih sempat nonton ya mba, sayang kalo terlewat 🙂
SukaSuka
Cocok nih ditonton bareng anak-anak 🙂
SukaSuka
Iya, cukup banyak yang nonton bareng keluarga juga 🙂
SukaSuka
Film yang bagus. Jadi pelajaran juga buat para orangtua yang sering menuntut anak-anaknya untuk sempurna. Mbak Evy, ulasannya baguus 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Waaah dialem mba Ika langsung melayang nyaingin balon gas … nda mau turun turun 😀
SukaSuka
wahh makasih reviewnya Mba, jadi semakin tertarik pengen nonton filmnya 🙂
SukaSuka
Semoga masa tayangnya panjang ya mba, sayang kalo sampai terlewat 🙂
SukaSuka
wah .. bagus juga filmnya mbak… bisa menjadi pelajaran bagaimanan mendidik anak yg baik ..
SukaSuka
Pingin ada lebih banyak lagi film Indonesia yang bergerak ke arah itu 🙂
SukaSuka
Saya belum sempat nih nonton film ini dan memang lihat cuplikannya aja film ini bagus banget ya.
SukaSuka
Begitu ada kesempatan nonton aja 🙂 daripada penasaran 😀
SukaSuka
Film tentang anak biasanya mengharukan y mb, aku tsu istilah dialeksia dsri film lain justru yg pemerannya sisi priscilia
SukaSuka
Semoga makin banyak film Indonesia yg ga sekedar menghibur tapi mengedukasi juga 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Lihat trailernya saja sudah bisa bikin terharu mbak.. jadi tambah penasaran nih.. 🙂
SukaSuka
Nonton filmnya juga 🙂 biar komplet
SukaSuka
Film yang wajib ditonton oleh orang tua ya mbak Evy. Bahwa nilai akademik bukan segalanya, banyak hal lain yang bisa dieksplore oleh seorang anak sesuai bakat dan hobynya. Hari gini sudah ngga jaman lagi kita menuntut anak harus begini begitu tanpa tahu apakah dia merasa nyaman atau nggak 🙂
SukaSuka
Bijaksana banget mba Anjar 🙂
Semoga makin banyak orang tua yang berpandangan terbuka seperti ini
SukaSuka