Di blog Evylia Hardy ini aku enggan ngobrol yang berat-berat. Menjalani kehidupan sehari-hari sudah puyeng. Kalau malam ini aku nyenggol soal parenting sedikit, itu gara-gara tergugah oleh artikel Kristine Guerra di situs Washington Post edisi 17 Agustus lalu. Di situ ada bocah perempuan usia empat tahun yang mengira namanya adalah ‘Idiot’ karena terus-terusan dikata-katai begitu setiap kali ia dihukum.
Berita itu membunyikan bel peringatan buat kita. Meski tak sampai separah bocah malang itu, sesekali (atau malah berkali-kali) anak-anak kita pun menjadi sasaran kepedasan lidah orang tua. Biarpun kita punya segunung pengetahuan soal psikologi anak dan parenting, menu si lidah pedas sesekali nongol juga dari dapur kosa kata kita.
Sering kali bukan karena tak sayang anak. Banyak hal yang membuat kita (hobi) keceplosan melontarkan perkataan pedas. Kalau sudah begitu lalu menyesal. Tapi nanti toh terulang lagi. Lama-lama orang tua bisa kebal dari rasa bersalah. Dan anak-anak memiliki sketsa diri sesuai berondongan kata yang berulang-ulang ditujukan kepada mereka.
Nah, kelihatannya ada banyak mata yang melotot begitu membaca kalimat terakhir. Bagaimana dong? Adakah resep maknyus buat mengolah kosa kata guna menghindari menu si lidah pedas? Yaaa, resep sih adalah, tapi soal maknyus atau tidaknya tergantung kita sendiri. Resep boleh sama, tapi lain koki lain hasilnya kan?
Ya sudah langsung saja resepnya, biar aku segera bisa baringan *kasur mana kasur.
1. Kenali anak kita. Amati kelebihannya, amati kekurangannya. Dan terimalah dia. Seperti kita sendiri tak sempurna dan ingin tetap diterima … terimalah anak kita. Rasa tak puas terhadap anak adalah dapur langganan menu si lidah pedas.
2. Fokus pada kelebihan anak, bukan kekurangannya. Daripada mencela kemampuan berhitungnya yang pas-pasan, lebih berguna mengembangkan bakat musiknya yang menonjol. Buat apa mati-matian memperjuangkan yang bukan bidangnya dan malah menyia-nyiakan kehebatannya?
3. Taruh harapan yang realistis terhadap anak. Berharap anak berprestasi tentu wajar saja. Tapi sesuaikan dengan bakat dan minatnya, bukan dengan minat kita. Misalnya anak tak suka seni tari ya jangan menuntutnya menjadi balerina. Harapan yang tak realistis akan berujung pada kekecewaan yang mendorong menu si lidah pedas jadi makin deras.
4. Perhatikan kesehatan jasmani anak. Bila anak ‘berulah’ di luar kebiasaan, jangan terpancing amarah dulu. Seringkali kondisi badan yang tidak enak membuat perilaku anak menjadi ‘sulit’.
5. Perhatikan ketenangan jiwa anak. Rasa takut karena di-bully, pertengkaran dengan teman, atau apa pun yang membuat jiwa anak tertekan bisa membuat perilakunya agresif atau sebaliknya menarik diri. Hal ini sering membuat orang tua jengkel karena tak mengerti duduk perkaranya.
6. Jaga kesehatan tubuh kita. Ketika tubuh kita lemas dan berteriak-teriak minta istirahat, sumbu kesabaran kita menjadi pendek. Batas toleransi menjadi tipis. Maka istirahatlah yang cukup. Kalaupun kita sakit, anak perlu tahu itu. Salah satu cara untuk memberitahunya adalah dengan meminta tolong diambilkan obat dan meminum obat itu di hadapannya. Dengan demikian ia mengerti bahwa orang tuanya membutuhkan istirahat.
7. Jaga kesehatan jiwa kita. Orang yang terluka, cenderung melukai orang lain juga. Dan orang-orang terdekatlah yang paling dahsyat terkena imbasnya. Maka jangan pelihara sakit hati, sebab kalau kita lagi sensi pelampiasan yang termudah adalah keluarga. Dan di keluarga, anaklah yang terlemah, maka dialah yang paling banyak diterjang amukan orang tua yang sebenarnya sedang sakit hati dengan siapa yang berada entah di mana.
Nah, tujuh saja sudah cukup ya? Kalau kebanyakan nanti malah lupa semua. Sekarang aku sudah bolehย baringan nih. Yak, kasur mana kasur ….
Nah ini mbak… Bener-bener harus dihindari, dan mencari berbagai cara untuk menghindarinya, mulai dari yang atur nafas doank sampai yang menghindar dulu dari anak-anak. Hehehe
SukaSuka
Tekniknya memang macam2, disesuaikan dg pemicu & kondisi masing2 pribadi.
Pemicunya kadang tak disadari. Ada yg gampang ngamuk kalo kecapean. Ada yg mudah tersulut kalo kelaparan *peringatan buat yg diet. Macem2 dah, kalo dijabarin bisa jadi satu artikel baru ๐
SukaDisukai oleh 1 orang
sangat menyentuh sekali mbak..apalagi kata2 pertama…..jarang ngomongin parenting tapi yang satu ini tulisannya ringan dan mengena mbak.akan kusimpan tulisan ini.
SukaSuka
Duh, makasih mba Ningrum buat apresiasinya ๐
SukaSuka
Setuju Mb dan Terimakasih sharingnya ๐
SukaSuka
Semoga bermanfaat mba Diah ๐
SukaSuka
kak ev bisa aja gak mau ngobrol yang berat2
tapi menurutku ini gak berat kok, menikmati belajar parenting di halamannya kak ev
SukaSuka
Yang nulis juga masih terus belajar biar makin hari makin baik ๐
SukaSuka
Sebagai ibu kita wajib memahami hati si kecil ya mba. Saya dulu suka nanya, apa yang seharian dilakukan saat di sekolah. Makaudnya agar anak biasa cerita apapun kejadian hari itu.
SukaSuka
Iya mba, berusaha memahami anak lebih dulu. Putra2 mba Wati tentu dekat sama ibunya ya ๐
SukaSuka
Sodorin kasur..hihii
Kirain resep makanan ๐
Mba, betul yaa kadang anak ngga salah apa2, ortunya lagi bad mood, jadi kena ๐ฅ
Noted point smuanya.. makasih mba ev
SukaSuka
Sama2, semoga bermanfaat ๐
SukaSuka
jadi cuma kasur doang gitu kak gaperlu bantal? :p
SukaSuka
Abis ketemu kasur, sesi keduanya baru deh nyari bantal guling ๐
SukaSuka
Setuju bin sepakat, mbak. Yanh paling penting memang menjaga kesehatan jiwa ibu. Karena kalo lagi stres, potensi nyeplos membentak, melabeli anak dengan kata-kata buruk bisa besar terjadi. ๐
SukaSuka
Semoga kita tidak sering2 stress yaa, biar lebih mudah menahan lidah
SukaSuka
Kalo lagi kecapean dan sakit kadang suka kelupaan marah juga sama anak yang lagi nggak nurut, mesti banyak – banyak belajar pengendalian dirinih sayanya ๐
SukaSuka
Masih terus berlatih juga yg nulisnya ๐
SukaSuka
masih harus banyak belajar nih aku. makasih sharingnya ya mbak
SukaSuka
Sama-sama mba,
ini juga masih terus latihan mba Vety ๐
SukaSuka